Jagabhumi.id

Ripta Jagabhumi
Wawasan Keberlanjutan

Terlepas dari penggunaan populer ‘keberlanjutan’ sebagai kata kunci di hampir setiap aspek pembangunan ekonomi kita saat ini, kita belum sepenuhnya memahami apa makna dari ‘keberlanjutan’ dan bagaimana mengoperasionalkan konsep ini dalam kegiatan bisnis dan pembangunan. Istilah pembangunan berkelanjutan (yang sering digunakan secara bergantian dengan ‘keberlanjutan’) pertama kali dituangkan dalam Laporan Komisi Bruntland yang berjudul  ‘Our Common Future’ (1987). Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai “… pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”. Laporan itu sendiri dibuat untuk menjembatani kesenjangan yang ada antara pertumbuhan ekonomi yang pesat pada 1980-an dan meningkatnya degradasi dan krisis lingkungan yang seiring muncul.

Pembangunan berkelanjutan bertujuan untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi seraya mengatasi ketidaksetaraan sosial dan dampak lingkungan. Keseimbangan antara ‘ekonomi, sosial, dan lingkungan’ ini sering disebut sebagai ‘triple bottom line of sustainability‘. Meskipun konsep tersebut tampak meyakinkan, ada perdebatan panjang tentang pendekatan spesifik apa yang harus digunakan untuk mencapai keberlanjutan.

Selama tiga dasawarsa terakhir sejak dipublikasikannya Our Common Future, banyak upaya telah dilakukan untuk mengoperasionalisasi konsep ‘pembangunan berkelanjutan’ dalam berbagai bentuk, antara lain melalui konvensi internasional seperti Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD) pada tahun 1992 (dan berbagai kesepakatan turunannya), Millennium Development Goals di awal abad ke-21, Millennium Ecosystems Assessment (MEA), Konvensi Perubahan Iklim (UNFCC), publikasi dari konsep Planetary Boundaries1, dan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Negara-negara yang berkomitmen untuk menangani isu-isu keberlanjutan, termasuk Indonesia, juga telah mulai mengintegrasikan prinsip-prinsip ini ke dalam kebijakan, undang-undang, dan rencana pembangunan mereka. Di Indonesia, misalnya, Tujuan dan indikator Pembangunan Berkelanjutan kini menjadi bagian integral dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM), Rencana Tata Ruang (RTRW), dan Kajian Lingkungan Strategis (KLHS).

Dalam konteks sektor-spesifik, berbagai instrumen penilaian keberlanjutan juga telah dikembangkan sebagai upaya untuk mengawal pelaksanaan berbagai aktivitas ekonomi. Sebagai contoh, SAFA (Sustainability Assessment of Food and Agriculture) adalah instrumen umum untuk menilai secara komprehensif keberlanjutan pertanian dan sistem pangan. Serupa dengan ini, sektor pariwisata sering mengacu pada pedoman pariwisata berkelanjutan yang dikembangkan oleh Organisasi Pariwisata Dunia (WTO), yang isinya didasari oleh prinsip-prinsip keberlanjutan. Hal yang sama berlaku untuk hampir setiap sektor pembangunan, baik itu pertambangan, industri manufaktur, kesehatan, kehutanan, perikanan, perencanaan wilayah, dan tata kelola publik.

Dengan banyaknya pedoman, instrumen, dan indikator keberlanjutan yang ada di seluruh dunia, sebuah pertanyaan muncul di benak: bagaimana sebaiknya kita mengadopsi dan mengintegrasikan prinsip-prinsip keberlanjutan ke bisnis, program pengembangan, perencanaan, dan kebijakan tertentu? Dan bagaimana seharusnya prinsip-prinsip ini mengarahkan kembali maksud dan tujuan dari aktivitas yang dijalankan oleh sektor swasta dan public tersebut? Di Ripta Jagabhumi Nusantara, kami mengusung upaya pengarusutamaan prinsip-prinsip keberlanjutan di dalam setiap aspek pembangunan ekonomi Indonesia. Layanan kami membantu pemerintah, perusahaan, dan organisasi masyarakat sipil untuk menerapkan keberlanjutan secara mulus ke dalam strategi, rencana, dan penilaian bisnis mereka. Kami pertama-tama melakukan ini dengan membantu mitra kami menjelaskan apa itu keberlanjutan dan maknanya di dalam konteks mereka, serta merinci langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengoperasionalisasi prinsip-prinsip keberlanjutan dalam lini pekerjaan mereka. Untuk sektor publik, hal ini dapat mencakup upaya mengidentifikasi sejauh mana tujuan pembangunan berkelanjutan telah menjadi bagian dari indikator kinerja utama (IKU), hingga menyediakan instrumen untuk memantau dan mengevaluasi keberlanjutan program dan proyek pemerintah. Untuk sektor swasta, layanan kami meliputi dukungan bagi perusahaan dalam mematuhi baku mutu dan standar lingkungan pemerintah, hingga merancang model bisnis yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Melihat kembali buku ‘Our Common Future’ yang diterbitkan 35 tahun yang lalu, saat ini adalah waktu yang paling sesuai dan mendesak untuk melihat kembali langkah-langkah yang telah/akan kita ambil untuk membangun bisnis dan pembangunan yang lebih baik, lebih adil dan berwawasan lingkungan untuk kita. generasi masa depan. Hal ini harus dilakukan dengan cara yang benar dan seefektif mungkin. Kami hadir untuk membantu mewujudkan itu.

 

 

1 Rockström, J., Steffen, W., Noone, K., Persson, Å., Chapin III, F.S., Lambin, E., Lenton, T.M., Scheffer, M., Folke, C., Schellnhuber, H.J. and Nykvist, B., 2009. Planetary boundaries: exploring the safe operating space for humanity. Ecology and society14(2).